Selasa, 22 Oktober 2013

Atelektasis

BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
            Sistem pernapasan adalah salah satu bagian utama yang memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup setiap individu. Mekanisme yang bertujuan memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh merupakan fungsi sistem ini. Dalam menjalankan peranannya sistem pernapasan disokong oleh kondisi anatomis dan fisiologis dari masing-masing organ / bagiannya. Pada keadaan tertentu yang menyebabkan perubahan negatif pada masing-masing bagian, secara otomatis akan menyebabkan tergangunya fungsi utama yang vital dan menunjang kelangsungan hidup individu tersebut. Dari berbagai jenis gangguan pada sistem pernapasan tersebut, atelektasis merupakan salah satu gangguan yang menyerang sistem pernafasan khususnya bagian bawah dan seringkali mengakibatkan kolaps paru yang berakibat fatal dan mengancam kehidupan. 

2.    Rumusan Masalah
·       Apa Definisi Atelektasis?
·       Bagaimana etiologi Atelektasis?
·       Bagaimana patosiologi Atelektasis?
·       Apa gejala-gejala Atelektasis?
·       Bagaimana perawatan Atelektasis?

3.    Tujuan
Setelah mempelajari tentang angiografi diharapakan dapat :
·       Untuk menjelaskan definisi Atelektasis
·       Untuk menjelaskan etiologi Atelektasis
·       Untuk menjelasan patosiologi Atelektasis
·       Untuk menjelaskan gejala-gejala Atelektasis
·       Untuk menjelaskan perawatan Atelektasis


BAB II
ATELEKTASIS
1.  Definisi
       Atelektasis adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat mengembang secara sempurna (Somantri, 2008).
       Atelektasis disebut juga Kolapsnya paru atau alveolus. Alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
       Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (KeperawatanMedikalBedah,vol.2,penerbit buku kedokteran.EGC.2002).
       Jadi, atelektasis merupakan suatu keadaan kolaps, dimana paru-paru tidak dapat mengembang secara sempurna, tepatnya pada alveolus/alveoli paru yang tidak mengandung udara.

2.  Etiologi
      Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
       Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
       Atelektasis merupakan suatu akibat dari kelainan paru yang dapat disebabkan :
a.       Bronkus tersumbat
Penyumbatan bisa berasal didalam bronkus (tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) dan penyumbatan bronkus akibat penengkanan dari luar bronkus akibat penengkanan dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).
b.     Tekanan ekstrapulmoner
Biasanya disebabkan oleh pneumothoraks, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut kedalam rongga thoraks, dan tumor intra thoraks tepe ekstrapulmuner (tumor mediastinum).
c.      Paralisis atau paresis gerak pernapasan,
Menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomiolitis dan kelainan neurologic lainya. Gerak nafas yang tergangu akan mempengaruhi kelancangan pengeluaran secret bronkus dan ini menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan  memperberat keadaan atelektasis.
d.      Hambatan gerak pernapasan
Kelainan pleura atau trauma toraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran secret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.
Ateleksasis dapat disebabkan  oleh berbagai macam kelainan disekitar paru, yaitu :
1)     Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) ataupun penyumbatan pada bronkus akibat penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus,ataupun pembesaran kelenjar limfe)
2)     Tekanan ekstra pulmoner
 Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan tumor intra thoraks tapi ekstra-pulmoner (tumor mediastinum)
3)     Paralisis atau paresis gerakan pernafasan
Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomyelitis, dan kelainan neurologil kalinnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret dalam bronkus dan akhirnya akan memperberat keadaan atelektasis.
4)     Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.
5)     Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila permukaan luminal dinding alveoli melekat satu dengan lain. Merupakan komponen penting pada khususnya respiratory distress syndrome pada bayi baru lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat pula terjadi akibat pneumoitis akibat radiasi.
6)     Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut (infiltrasi) di dalam ruang intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru.
Atelektasis seharusnya dapat dibedakan dengan pneumothoraks. Walaupun kolaps alveolar terdapat pada kedua keadaan tersebut, penyebab kolapsnya dapat dibedakan dengan jelas.Atelektasis timbul karna alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang, sedangkan pneumothoraks timbul karena udara masuk kedalam rongga pleura. Pada kebanyakan pasien, pneumothoraks tidak dapat dicegah dengan perawatan yang tepat.

3.   Patofisiologi
                   Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan.Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus kolaps. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik.Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau eksudat yang tertahan.Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah benih.
            Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan yaitu silia yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan sekret yang berbahaya ke dalam faring posterior. Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang mengalami penyumbatan (dalam keadaan normal absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan).
(1)    Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.5,6
(2)    Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding dengan pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan. Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor sepertibronchialveolar carcinoma.5,6
(3)    Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau “platlike”. Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.5,6
(4)    Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada bagian basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu.5

PATHWAY



4.  Klasifikasi Atelektasis
a.       Atelektasis kompresi
            Atelektasis kompresis terjadi sewaktu suatu  sumber diluar alveolus menimpakan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi apabila dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan di atmosfer lebih besar dari tekanan yang menahan paru (tekanan pleura ). Atelektasis kompresi juga dapat terfjadi apabila terdapat suatu tekanan yang bekerja pada paru atau alveolus akibat adanya tumor distensi abdomen, atau edema dan pembengkakan ruang intertisium yang mengelilingi alveolus.
b.       Atelektasis absorpsi
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus. Apabila masuknya udara didalam alveolus dihambat, maka udara yang sedang berada didalam alveolus akhirnya akan berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps. Hal ini terjadi biasanya akibat penimbunana mukus, misalnya fiprosis kristik, pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan risiko atelektasis absorpsi. Pembedahan juga merupakan faktor atelektasis absopsi karena efek anastesi yang menyebabkan tebentuknya mukus serta keengganan membantukkan mukus yang berkumpul setelah pembedahan. Hal ini terjadi pada pembedahan abdomen atau toraks dimana batuk akan menimbulkan nyeri yang hebat. Tirah baring berkepanjangan setelah pembedahan meningkatkan resiko terbentuknya atelektasis absopsi karena berbaring menyebabkan pengumpulan sekresi mukus didaerah dependen paru sehingga ventilasi diaderah tersebut berkurang. Penimbunana mukus meningkatkan resiko pneumonia karena mukus dapat berfungsi sebagai lahan berkembangbiakan mikroorganisme.
            Atelektasis absopsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menggangu pembentukan surfactan. Tanpa surfactan teganggan permukaan alveolus dangat tinggi sehingga kemungkinan kolapsnya laveolus meningkat. Sebagian bayi permature tidak memiliki surfactan sehingga pada kelompok ini insiden atelektasis tinggi.
            Konsentrasi surfactan dalam alveolus dapat berkurang akibat serta pecahnya dinding alveolus  yang terjadi pada sindrom distres pernapasan dewasa. Surfactan juga dapat rusak akibat terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu 24 jam. Oksigen murni dapat merusak sel –sel alveolus tipe II sehingga sel – sel tersebut tidak menghasilkan surfactan. 

SURFACTAN
            `Sel –sel tertentu didalam alveolus,yang disebut sel alveolus tipe II yang memproduksi suatu zat penting yang disebut surfactan yang membantu mengurangi tegangan permukaan alveolus agar alveolus mudah dikembangkan. Surfactan adalah suatu pospolifit yang bekeja seperti suatu deterjen untuk memisahkan molekul-molekul air di alveolus sehinga melemahkan ikatan diantara molekul-molekul tersebut
            Menurut hukum laplace, semakin kecil jari-jari suatu bola maka semakin besar tekanan yang di berikan untuk mengembangkannya. Namun apabila terdapat surfaktan maka alveolus kecil memerlukan tekanan yang lebih kecil daripada alveolus yang lebih besar karena surfaktan terkonsentrasi tinggi sehingga sangat menurunkan tegangan di permukaan alveolus.

5.      Manifestasi Klinis
                 Menurut Paula Krisanti (2009), tanda dan gejala yang timbul pada penyakit atelectasis adalah :
a.      Dyspnea berat.
b.      Sianosis.
c.       Nyeri dada.
d.     Takikardi.
e.      Dapat mengeluh napas pendek, sesak dan kelemahan.
f.       Ansietas
g.      Pemeriksaan auskultasi menunjukkan penurunan bunyi napas.

6.      Pemeriksaan Fisik
    
     Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus yang dini atau yang sudah terinfiltarassi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, aakan sulit menemukan kelinan pada pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran yang lebih dari 4cm dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi.
    
     Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah abagian apekx(puncak)paru. bila dicurigai adanya infiltrasi yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi biloa infiltarsi ini diliputi oleh penebalan pleura suara nafasnya menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar. Perkusi member suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberi suara amforik.
    
     Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru.→meningkatnya tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)→terjadi cor pulmonal→gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti : takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, ringt atrial gallop, graham-steel murmur, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis,yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.

     Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal didalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

7.      Pemeriksaan Diagnostik
1)     Pemeriksaan fisik :
-        Pada tahap dini sulit diketahui.
-        Ronchi basah, kasar dan nyaring.
-        Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
-        Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
-        Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
2)     Pemeriksaan Radiologi :
-        Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
-        Pada kavitas bayangan berupa cincin.
-        Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
3)     Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
4)     Laboratorium :
-        Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
-         Sputum : pada kultur ditemukan BTA
-        Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat menetukan cabang bronkus yang tersumbat.

8.      Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
a.      Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
b.      Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c.       Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
d.     Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e.      Postural drainase
f.      Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
g.     Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
h.     Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat.
      Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1)     Medis
a.       Pemeriksaan bronkoskopi
b.      Pemberian oksigenasi
c.       Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
d.      Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)\
e.      Pemeriksaan bakteriologis
2)     Keperawatan
a.       Teknik batuk efektif
b.      Pegaturan posisi secara teratur
c.       Melakukan postural drainase dan perkusi dada
d.      Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

9.      Komplikasi
Pada pasien yang mengalami penyakit atelektasis sering kali dapat menimbulkan beberapa penyakit, diantaranya:
a.      Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana masukan udara ke dalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang disebabkan oleh trauma.
b.      Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan hipoksemia
c.      Hypoxemia dan gagal napas
Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat melakukan kompensasi dan keadaan hipoksia mudah terjadi pada obstruksi bronkus.
d.     Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa diobati maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan sepsis jarang terjadi.
e.      Bronkiektasis
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.
10.  Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1)     Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
2)     Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
3)     Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.



ASUHAN KEPERAWATAN
1.     Pengkajian
DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
Pasien mengeluh sukar bernapas
Pasien mengeluh takipnea
Pasien mengeluh takikardia
Pasien mengeluh demam
Pasien mengeluh ansietas
Pasien mengeluh gelisah
Pasien mengeluh bingung
Pasien mengeluh sianosis
Pasien mengatakan baru-baru ini ia habis operasi
Pada pemeriksaan Fisik ditemukan :
-       Fremitus vokal melemah sampai menghilang
-       Suara napas menurun
-       Perkusi pekak
-       Pergeseran mediastinum

            Pengkajian Fisik
a.      Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas.
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: Klien tampak sakit berat.
Kesadaran       : Tidak komposmentis
b.     Tanda-tanda vital :
TD                   :
ND                  : >100/menit
RR                   :
S                      : > 37,5oC
c.      Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll) : Sinaosis
Kelembapan: Kering
Turgor kulit: Elastis
Ada/tidaknya oedema: Tidak ada
d.     Kepala/ rambut
Inspeksi           : Kepala simetris, warna rambut kusam, distribusi tidak merata, kurang bersih dan tidak berketombe.
Palpasi             : Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan atau masa.
e.      Mata
Fungsi pengelihatan    : Baik, visus 6/6.
Ukuran pupil               : 2mm
Konjungtiva                : anemis
Lensa/iris                     : Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebra        : tidak ada odema palpebra
Palpebra                      : Terbuka
Skelera                        : Tidak ikterik
f.      Telinga
Fungsi pendengaran    : Baik
Kebersihan                  : bersih
Daun telinga                : simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda mastoiditis
Fungsi keseimbangan : baik
Secret                          : tidak ada
g.     Hidung dan sinus
Infeksi                         : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman       : baik, dapat membedakan bau
Pembengkakan            : tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan                  : bersih
Perdarahan                  : tidak ada
Sekret                          : ada
h.     Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa      : Kering dan pucat
Keadaan gigi               : Lengkap
Tanda radang (bibir,gusi,lidah)           : tidak ada
Trismus                        : tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan       : disfagia tidak ada
i.       Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid bruid              : ada bunyi bruid
JVP                             : 5-2 cm H2O
Kelenjar limfe             : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar toroid            : tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk                : tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi ke dada
j.       Thorak/paru
Inspeksi           :inspeksi dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan otot Bantu pernafasan
Palpasi             : Fremitus Ka≠Ki, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi            : resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi       : vesikuler
k.     Jantung
Inspeksi           : ictus cordis tidak terlihat
Paspasi            : ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5.
Perkusi            : batas atas jantung RIC ke2
- batas kanan     : linea sternalis dextra
- batas kiri          : 1 jari linea mid clavikula sinistra
- batas bawah    : 1 jari LMCS RIC ke5
Auskultasi       : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan S4, murmur dan gallop tidak ada
l.       Abdomen
Inspeksi           : Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites tidak ada
Auskultasi       : B.U, 12x/i
Perkusi            : Tympani
Palpasi             : hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan limfa
m.   Ekstrimitas
Ekstrimitas atas           : akral hangat, oedema tidak ada, genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah       : Akral hangat, oedema tidak ada, kekuatan penuh
ROM                           : gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan otot             : otot lemah
n.     Vascular perifer
Capilari refille             : tidak normal
Clubbing                     : tidak menonjol
Perubahan warna(kuku,kulit,bibir)      : kilit sedikit pucat
o.     Neurologis
Kesadaran(GCS)         :
Status mental              : compos mentis/15
Motorik                       : normal; gerak menurut perintah
Sensorik                      : normal, percakapan adekuat
Tanda rangsangan meningeal              : -
Saraf ransangan meningea                  l: normal
Saraf cranial                : normal
Refleks fisiologis        : baik, ekstremitas semua bias digerakkan
Refleks patologis        : -

2.     Diagnosa Keperawatan

DATA FOKUS
PROBLEM
ETIOLOGI
DS :
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
Pasien mengeluh sukar bernapas
Pasien mengeluh napas nya cepat dan dangkal
Pasien mengeluh berdebar-debar
DO :
RR : > 24x/menit
Pada pasien ditemukan sesak napas
Pasien terlihat cemas

Ketidakefektifan pola napas
Sesak napas
DS :
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
DO :
Pada pasien ditemukan sianosis
Ditemukan sesak napas (dispnea)
Pasien terlihat gelisah
Kemungkinan ditemukan sekresi yang tertahan
Kemungkinan ditemukan spasme jalan napas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Akumulasi mukus pada bronkus
DS :
Pasien mengeluh sesak napas
Pasien menggeluh sukar bernapas
Pasien mengeluh gelisah
DO :
Pada pasien ditemukan sesak napas
Sianosis
Pasien terlihat gelisah
Takikardi
HR : > 100x/menit

Kerusakan pertukaran gas
Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus

3.     Intervensi
Dx
Intervensi
Rasional
1
Mandiri:
1.     Berikan informasi pada pasien tentang penyakitnya
2.     Atur posisi semi fowler
3.     Observasi tanda dan gejala sianosis
4.     Observasi tanda-tanda vital
5.     Observasi timbulnya gagal nafas.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
2.     Berikan terapi oksigenasi

1.   Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi
2.   Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancer.
3.   Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer
4.   Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5.   Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6.   Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7.   Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan
2
Mandiri
1.     Auskultasi bunyi nafas.catat adanya bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
2.     kaji frekwensi kedalaman  pernafasan dan gerakan dada
3.     Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari , kecuali kontra indikasi,tawarkan air hangat.
4.     Observasi warna kulit,membran mukosa,dan kuku
Kolaborasi
5.     Berikan obat sesuai indikasi
bronkodilator, mis : egonis :epinefrin (adrenalin ,vaponefrin) Xantin , misalnya : aminofilin, oxtrifilin.
6.     Berikan humidikasi tambahan,misalnya : nebulizer ultranik, humidifier aerosol    ruangan
7.     Berikan pengobatan pernafasan ,mis ;fisioterapi dada

1.   Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat nafas adventisius.
2.   Pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan  gerakan dinding dada/cairan paru.
3.   Cairan (khususnya air hangat)memobilisasi
4.   Sianosis kuku menunjukan adanya vasokontruksi,sianosis membram mukosa dan kulit sekitar  mulut menunjukan hipoksemia sistemik
5.   merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal
6.   Kelembaban menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah      pengeluaran  secret.
7.   Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk mengencerkan      secret.dan memperbaiki ventilasi pada segmen
3
Mandiri
1.     kaji frekuensi kedalaman pernafasan .
2.     tinggikan kepala tempat tidur bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas.dorong pasien untuk penafasan dalam atau nafas bibir.
3.     Auskultasi bunyi nafas,cacat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan ,(ronki,mengi,redup).
4.     Palpasi fremitus (getaran vibrasi pada saat palpasi)
5.     Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
6.     Awasi tanda – tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi
7.     Awasi /gambaran seri GDA dan nadi
8.     Berika oksigen tambahan sesuai degan indikasi hasil GDA dan  toleransi pasien.
9.     Bantu intubasi ,berikan /pertahankan ventilasi mekanik
1.     Untuk mengevaluasi derajat distres pernafasan pernafasan atau proses penyakit .
2.     Pengiriman oksigen dapat di perbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas  untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3.     Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara,adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus.
4.     Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan.
5.     Selama distres pernafasan berat/akut ,pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari – hari
6.     Takikardia dan perubahan tekanan darah yang dapat menunjukan adanya hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7.     PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara umum menurun ,sehingga terjadi hipoksia .
8.     Memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
9.     Terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.

BAB III
PENUTUP

            Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran pernafasan. Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps. Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus



DAFTAR PUSTAKA

-       Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
-       Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
-       Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
-        Hamsafir, Evan. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Atelektasis. Available from http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-atelektasis.html
-       www.infokedokteran.com. Accessed 08 April 2011.


1 ulasan: