BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem
pernapasan adalah salah satu bagian utama yang memiliki peranan penting bagi
kelangsungan hidup setiap individu. Mekanisme yang bertujuan memenuhi kebutuhan
oksigen bagi tubuh merupakan fungsi sistem ini. Dalam menjalankan peranannya
sistem pernapasan disokong oleh kondisi anatomis dan fisiologis dari
masing-masing organ / bagiannya. Pada keadaan tertentu yang menyebabkan
perubahan negatif pada masing-masing bagian, secara otomatis akan menyebabkan tergangunya
fungsi utama yang vital dan menunjang kelangsungan hidup individu tersebut.
Dari berbagai jenis gangguan pada sistem pernapasan tersebut, atelektasis
merupakan salah satu gangguan yang menyerang sistem pernafasan khususnya bagian
bawah dan seringkali mengakibatkan kolaps paru yang berakibat fatal dan
mengancam kehidupan.
2. Rumusan Masalah
·
Apa Definisi
Atelektasis?
·
Bagaimana
etiologi Atelektasis?
·
Bagaimana
patosiologi Atelektasis?
·
Apa
gejala-gejala Atelektasis?
·
Bagaimana perawatan
Atelektasis?
3. Tujuan
Setelah
mempelajari tentang angiografi diharapakan dapat :
·
Untuk
menjelaskan definisi Atelektasis
·
Untuk
menjelaskan etiologi Atelektasis
·
Untuk
menjelasan patosiologi Atelektasis
·
Untuk
menjelaskan gejala-gejala Atelektasis
·
Untuk
menjelaskan perawatan Atelektasis
BAB II
ATELEKTASIS
1. Definisi
Atelektasis adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat mengembang
secara sempurna (Somantri, 2008).
Atelektasis disebut juga Kolapsnya
paru atau alveolus. Alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak
dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan
luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan
berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah istilah yang berarti
pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada
bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.
(KeperawatanMedikalBedah,vol.2,penerbit buku kedokteran.EGC.2002).
Jadi, atelektasis merupakan suatu keadaan
kolaps, dimana paru-paru tidak dapat mengembang secara sempurna, tepatnya pada
alveolus/alveoli paru yang tidak mengandung udara.
2. Etiologi
Sebab utama dari
atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada
saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya
gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau
bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau
pembesaran kelenjar getah bening.
Jika
saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan
terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum,
lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Atelektasis merupakan
suatu akibat dari kelainan paru yang dapat disebabkan :
a.
Bronkus
tersumbat
Penyumbatan bisa berasal didalam bronkus (tumor
bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) dan penyumbatan bronkus
akibat penengkanan dari luar bronkus akibat penengkanan dari luar bronkus
(tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).
b.
Tekanan ekstrapulmoner
Biasanya disebabkan oleh pneumothoraks, cairan
pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut kedalam rongga thoraks, dan
tumor intra thoraks tepe ekstrapulmuner (tumor mediastinum).
c.
Paralisis atau paresis gerak pernapasan,
Menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna,
misalnya pada kasus poliomiolitis dan kelainan neurologic lainya. Gerak nafas
yang tergangu akan mempengaruhi kelancangan pengeluaran secret bronkus dan ini
menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan
atelektasis.
d.
Hambatan
gerak pernapasan
Kelainan pleura atau trauma toraks
yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran secret
bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.
Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam
kelainan disekitar paru, yaitu :
1)
Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus, benda
asing, cairan sekresi yang massif) ataupun penyumbatan pada bronkus akibat
penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus,ataupun pembesaran
kelenjar limfe)
2)
Tekanan ekstra pulmoner
Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura, peninggian
diafragma, herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan tumor intra thoraks
tapi ekstra-pulmoner (tumor mediastinum)
3)
Paralisis atau paresis gerakan pernafasan
Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya
pada kasus poliomyelitis, dan kelainan neurologil kalinnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret dalam bronkus dan
akhirnya akan memperberat keadaan atelektasis.
4)
Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan
pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan
menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya
atelektasis.
5)
Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila
permukaan luminal dinding alveoli melekat satu dengan lain. Merupakan komponen
penting pada khususnya respiratory distress syndrome pada bayi
baru lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat pula terjadi akibat pneumoitis
akibat radiasi.
6)
Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut
(infiltrasi) di dalam ruang intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis
intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru.
Atelektasis seharusnya dapat dibedakan dengan pneumothoraks. Walaupun kolaps alveolar terdapat pada
kedua keadaan tersebut, penyebab kolapsnya dapat dibedakan dengan
jelas.Atelektasis timbul karna alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak
berkembang, sedangkan pneumothoraks timbul karena udara masuk kedalam rongga
pleura. Pada kebanyakan pasien, pneumothoraks tidak dapat dicegah dengan
perawatan yang tepat.
3. Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi,
obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang
terletak distal terhadap sumbatan.Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus
kolaps. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik
atau ekstrinsik.Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh
secret atau eksudat yang tertahan.Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya
disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah benih.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas
saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi
terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan yaitu
silia yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan sekret yang
berbahaya ke dalam faring posterior. Mekanisme lain yang bertujuan
mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya inspirasi dalam saja
yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi kolateral
ke dalam alveolus disebelahnya yang mengalami penyumbatan (dalam keadaan normal
absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas
darah sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang
diabsorpsi ke dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan).
(1) Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus,
kapiler darah akan mengabsorbsi udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan
retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada stadium awal,
darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia.
Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan
edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika paru paru kehilangan
udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi
berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.5,6
(2) Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu
oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis dan pleura
parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan atelektasis pasif.
Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding dengan
pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis
adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan. Surfaktan
mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang
mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang
atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis
radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps.
Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik yang membuat
tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis
dapat disebabkan oleh tumor sepertibronchialveolar carcinoma.5,6
(3) Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau
subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan pada penderita obstruksi
bronkus dan didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran
pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau “platlike”. Atelektasis
minimal dapat terjadi karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan
abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos
berbagai toksin.5,6
(4) Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan
komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang melakukan anastesi ataupun bedah
dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi dari diafragma dan
berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada bagian basal
(bawah) paru ataupun segmen tertentu.5
PATHWAY
4. Klasifikasi Atelektasis
a. Atelektasis
kompresi
Atelektasis kompresis terjadi
sewaktu suatu sumber diluar alveolus
menimpakan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal
ini terjadi apabila dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan di
atmosfer lebih besar dari tekanan yang menahan paru (tekanan pleura ).
Atelektasis kompresi juga dapat terfjadi apabila terdapat suatu tekanan yang
bekerja pada paru atau alveolus akibat adanya tumor distensi abdomen, atau
edema dan pembengkakan ruang intertisium yang mengelilingi alveolus.
b. Atelektasis
absorpsi
Atelektasis
absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus. Apabila masuknya
udara didalam alveolus dihambat, maka udara yang sedang berada didalam alveolus
akhirnya akan berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps. Hal ini terjadi
biasanya akibat penimbunana mukus, misalnya fiprosis kristik, pneumonia, atau
bronkitis kronik, meningkatkan risiko atelektasis absorpsi. Pembedahan juga
merupakan faktor atelektasis absopsi karena efek anastesi yang menyebabkan
tebentuknya mukus serta keengganan membantukkan mukus yang berkumpul setelah
pembedahan. Hal ini terjadi pada pembedahan abdomen atau toraks dimana batuk
akan menimbulkan nyeri yang hebat. Tirah baring berkepanjangan setelah
pembedahan meningkatkan resiko terbentuknya atelektasis absopsi karena
berbaring menyebabkan pengumpulan sekresi mukus didaerah dependen paru sehingga
ventilasi diaderah tersebut berkurang. Penimbunana mukus meningkatkan resiko
pneumonia karena mukus dapat berfungsi sebagai lahan berkembangbiakan
mikroorganisme.
Atelektasis absopsi juga dapat
disebabkan oleh segala sesuatu yang menggangu pembentukan surfactan. Tanpa
surfactan teganggan permukaan alveolus dangat tinggi sehingga kemungkinan
kolapsnya laveolus meningkat. Sebagian bayi permature tidak memiliki surfactan
sehingga pada kelompok ini insiden atelektasis tinggi.
Konsentrasi surfactan dalam alveolus
dapat berkurang akibat serta pecahnya dinding alveolus yang terjadi pada sindrom distres pernapasan
dewasa. Surfactan juga dapat rusak akibat terapi oksigen konsentrasi tinggi
dalam waktu 24 jam. Oksigen murni dapat merusak sel –sel alveolus tipe II
sehingga sel – sel tersebut tidak menghasilkan surfactan.
SURFACTAN
`Sel –sel tertentu didalam
alveolus,yang disebut sel alveolus tipe II yang memproduksi suatu zat penting
yang disebut surfactan yang membantu mengurangi tegangan permukaan alveolus
agar alveolus mudah dikembangkan. Surfactan adalah suatu pospolifit yang bekeja
seperti suatu deterjen untuk memisahkan molekul-molekul air di alveolus sehinga
melemahkan ikatan diantara molekul-molekul tersebut
Menurut hukum laplace, semakin kecil
jari-jari suatu bola maka semakin besar tekanan yang di berikan untuk
mengembangkannya. Namun apabila terdapat surfaktan maka alveolus kecil
memerlukan tekanan yang lebih kecil daripada alveolus yang lebih besar karena
surfaktan terkonsentrasi tinggi sehingga sangat menurunkan tegangan di
permukaan alveolus.
5. Manifestasi
Klinis
Menurut Paula Krisanti (2009), tanda dan gejala yang timbul pada penyakit
atelectasis adalah :
a.
Dyspnea berat.
b.
Sianosis.
c.
Nyeri dada.
d.
Takikardi.
e.
Dapat mengeluh
napas pendek, sesak dan kelemahan.
f.
Ansietas
g.
Pemeriksaan auskultasi menunjukkan penurunan bunyi napas.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
penderita sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus
yang dini atau yang sudah terinfiltarassi secara asimtomatik. Demikian juga
bila sarang penyakit terletak didalam, aakan sulit menemukan kelinan pada
pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran yang lebih dari 4cm dalam paru sulit
dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Tempat kelainan yang
paling dicurigai adalah abagian apekx(puncak)paru. bila dicurigai adanya
infiltrasi yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara
nafas yang bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki
basah kasar dan nyaring. Tetapi biloa infiltarsi ini diliputi oleh penebalan
pleura suara nafasnya menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang
cukup besar. Perkusi member suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberi suara amforik.
Pada tuberculosis paru
yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan
paru-paru.→meningkatnya tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)→terjadi
cor pulmonal→gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda cor
pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti : takipnea, takikardi, sianosis,
right ventricular lift, ringt atrial gallop, graham-steel murmur, bunyi P2 yang
mengeras, tekanan vena jugularis,yang meningkat, hepatomegali, asites, dan
edema.
Bila tuberculosis
mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal didalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
7. Pemeriksaan
Diagnostik
1)
Pemeriksaan
fisik :
-
Pada tahap dini
sulit diketahui.
-
Ronchi basah,
kasar dan nyaring.
-
Hipersonor/timpani
bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
-
Atropi dan
retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
-
Bila mengenai
Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
2)
Pemeriksaan
Radiologi :
-
Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
-
Pada kavitas
bayangan berupa cincin.
-
Pada Kalsifikasi
tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
3)
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
4)
Laboratorium :
-
Darah :
leukosit meninggi, LED meningkat
-
Sputum : pada kultur ditemukan BTA
-
Test Tuberkulin
: Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari
berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga,
peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan
sela lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak
pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada
bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan
khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat menetukan
cabang bronkus yang tersumbat.
8. Penatalaksanaan
Medis
Tujuan
pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan
paru yang terkena.
Tindakan yang
biasa dilakukan :
a.
Berbaring pada
sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
b.
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c.
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
d.
Perkusi
(menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e.
Postural
drainase
f.
Antibiotik
diberikan untuk semua infeksi
g.
Pengobatan
tumor atau keadaan lainnya
h.
Pada kasus
tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin
perlu diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan,
secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang,
dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1)
Medis
a.
Pemeriksaan bronkoskopi
b.
Pemberian oksigenasi
c.
Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan
kortikosteroid)
d.
Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)\
e.
Pemeriksaan
bakteriologis
2) Keperawatan
a. Teknik batuk efektif
b. Pegaturan posisi secara teratur
c. Melakukan postural drainase dan perkusi dada
d. Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur
9. Komplikasi
Pada pasien yang
mengalami penyakit atelektasis sering kali dapat menimbulkan beberapa
penyakit, diantaranya:
a.
Pneumothoraks
Pneumothoraks
adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana masukan udara ke dalam rongga
pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar
masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui
mediastinum yang disebabkan oleh trauma.
b.
Efusi
pleura
Atelektasis
yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang
dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan
pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat
menyebabkan hipoksemia
c.
Hypoxemia dan gagal napas
Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak mengembang dalam waktu yang
cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka dapat
terjadi hypoxemia hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat
melakukan kompensasi dan keadaan hipoksia mudah terjadi pada obstruksi bronkus.
d.
Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah
suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa diobati maka mudah
terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa segera
ditangani keadaan sepsis jarang terjadi.
e.
Bronkiektasis
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis
dan bronkiektasis.
10. Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis
:
1) Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas
dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
2)
Meskipun perokok memiliki resiko
lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam
6-8 minggu sebelum pembedahan.
3)
Seseorang dengan kelainan dada
atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama,
mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu
pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru,
sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak
dapat menciut.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
Pasien mengeluh sukar bernapas
Pasien mengeluh takipnea
Pasien mengeluh takikardia
Pasien mengeluh demam
Pasien mengeluh ansietas
Pasien mengeluh gelisah
Pasien mengeluh bingung
Pasien mengeluh sianosis
Pasien mengatakan baru-baru ini ia habis operasi
|
Pada pemeriksaan Fisik ditemukan :
-
Fremitus vokal melemah sampai menghilang
-
Suara napas menurun
-
Perkusi pekak
-
Pergeseran mediastinum
|
Pengkajian Fisik
a.
Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi,
bicara tidak jelas.
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: Klien tampak sakit berat.
Kesadaran : Tidak komposmentis
b.
Tanda-tanda vital :
TD :
ND :
>100/menit
RR :
S :
> 37,5oC
c.
Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll) : Sinaosis
Kelembapan: Kering
Turgor kulit: Elastis
Ada/tidaknya oedema: Tidak ada
d.
Kepala/ rambut
Inspeksi :
Kepala simetris, warna rambut kusam, distribusi tidak merata, kurang bersih dan
tidak berketombe.
Palpasi :
Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan atau masa.
e.
Mata
Fungsi pengelihatan : Baik, visus 6/6.
Ukuran
pupil :
2mm
Konjungtiva :
anemis
Lensa/iris :
Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebra : tidak ada
odema palpebra
Palpebra :
Terbuka
Skelera :
Tidak ikterik
f.
Telinga
Fungsi pendengaran : Baik
Kebersihan :
bersih
Daun telinga :
simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda mastoiditis
Fungsi keseimbangan : baik
Secret :
tidak ada
g.
Hidung dan sinus
Infeksi :
Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman : baik, dapat
membedakan bau
Pembengkakan :
tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan :
bersih
Perdarahan :
tidak ada
Sekret :
ada
h.
Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa : Kering dan pucat
Keadaan
gigi :
Lengkap
Tanda radang
(bibir,gusi,lidah) :
tidak ada
Trismus :
tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan : disfagia tidak
ada
i.
Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid
bruid :
ada bunyi bruid
JVP :
5-2 cm H2O
Kelenjar
limfe :
tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar
toroid :
tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk :
tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi ke dada
j.
Thorak/paru
Inspeksi :inspeksi
dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan otot Bantu pernafasan
Palpasi :
Fremitus Ka≠Ki, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi :
resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler
k.
Jantung
Inspeksi :
ictus cordis tidak terlihat
Paspasi :
ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5.
Perkusi :
batas atas jantung RIC ke2
- batas kanan : linea sternalis dextra
- batas kiri : 1
jari linea mid clavikula sinistra
- batas bawah : 1 jari LMCS RIC ke5
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar
jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan S4, murmur dan gallop tidak ada
l.
Abdomen
Inspeksi :
Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites tidak ada
Auskultasi : B.U, 12x/i
Perkusi :
Tympani
Palpasi :
hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan limfa
m.
Ekstrimitas
Ekstrimitas
atas : akral
hangat, oedema tidak ada, genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah : Akral hangat,
oedema tidak ada, kekuatan penuh
ROM :
gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan
otot :
otot lemah
n.
Vascular perifer
Capilari
refille :
tidak normal
Clubbing :
tidak menonjol
Perubahan warna(kuku,kulit,bibir) :
kilit sedikit pucat
o.
Neurologis
Kesadaran(GCS) :
Status
mental :
compos mentis/15
Motorik :
normal; gerak menurut perintah
Sensorik :
normal, percakapan adekuat
Tanda rangsangan
meningeal :
-
Saraf ransangan
meningea l:
normal
Saraf
cranial :
normal
Refleks fisiologis : baik,
ekstremitas semua bias digerakkan
Refleks patologis : -
2.
Diagnosa Keperawatan
DATA FOKUS
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
DS :
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
Pasien mengeluh sukar bernapas
Pasien mengeluh napas nya cepat dan dangkal
Pasien mengeluh berdebar-debar
DO :
RR : > 24x/menit
Pada pasien ditemukan sesak napas
Pasien terlihat cemas
|
Ketidakefektifan pola napas
|
Sesak napas
|
DS :
Pasien mengeluh batuk
Pasien mengeluh sesak napas
DO :
Pada pasien ditemukan sianosis
Ditemukan sesak napas (dispnea)
Pasien terlihat gelisah
Kemungkinan ditemukan sekresi yang tertahan
Kemungkinan ditemukan spasme jalan napas
|
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
|
Akumulasi mukus pada bronkus
|
DS :
Pasien mengeluh
sesak napas
Pasien
menggeluh sukar bernapas
Pasien
mengeluh gelisah
DO :
Pada pasien
ditemukan sesak napas
Sianosis
Pasien
terlihat gelisah
Takikardi
HR : >
100x/menit
|
Kerusakan pertukaran gas
|
Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus
|
3. Intervensi
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Mandiri:
1.
Berikan informasi pada pasien tentang penyakitnya
2.
Atur posisi semi fowler
3.
Observasi tanda dan gejala sianosis
4.
Observasi tanda-tanda vital
5.
Observasi timbulnya gagal nafas.
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
2.
Berikan terapi oksigenasi
|
1.
Informasi yang adekuat dapat membawa pasien
lebih kooperatif dalam memberikan terapi
2.
Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancer.
3.
Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer
4.
Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5.
Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia
dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6.
Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7.
Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat
membantu dalam proses terapi keperawatan
|
2
|
Mandiri
1.
Auskultasi
bunyi nafas.catat adanya bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
2.
kaji
frekwensi kedalaman pernafasan dan gerakan dada
3.
Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari , kecuali kontra
indikasi,tawarkan air hangat.
4.
Observasi
warna kulit,membran mukosa,dan kuku
Kolaborasi
5.
Berikan obat
sesuai indikasi
bronkodilator, mis : egonis :epinefrin (adrenalin
,vaponefrin) Xantin , misalnya : aminofilin, oxtrifilin.
6.
Berikan humidikasi
tambahan,misalnya : nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan
7.
Berikan
pengobatan pernafasan ,mis ;fisioterapi dada
|
1.
Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat
nafas adventisius.
2.
Pernafasan
dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.
3.
Cairan
(khususnya air hangat)memobilisasi
4.
Sianosis kuku
menunjukan adanya vasokontruksi,sianosis membram mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik
5.
merilekskan
otot halus dan menurunkan kongesti lokal
6.
Kelembaban menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluaran secret.
7.
Drainase
postural dan perkusi bagian penting untuk
mengencerkan secret.dan memperbaiki ventilasi
pada segmen
|
3
|
Mandiri
1.
kaji frekuensi
kedalaman pernafasan .
2.
tinggikan
kepala tempat tidur bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.dorong pasien untuk penafasan dalam atau nafas bibir.
3.
Auskultasi
bunyi nafas,cacat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan
,(ronki,mengi,redup).
4.
Palpasi
fremitus (getaran vibrasi pada saat palpasi)
5.
Evaluasi
tingkat toleransi aktivitas.
6.
Awasi tanda –
tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi
7.
Awasi
/gambaran seri GDA dan nadi
8.
Berika
oksigen tambahan sesuai degan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
9.
Bantu
intubasi ,berikan /pertahankan ventilasi mekanik
|
1.
Untuk mengevaluasi derajat distres pernafasan pernafasan atau proses
penyakit .
2.
Pengiriman oksigen dapat di perbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3.
Bunyi nafas
mungkin redup karena penurunan aliran udara,adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus.
4.
Penurunan
getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan.
5.
Selama
distres pernafasan berat/akut ,pasien secara total tidak mampu melakukan
aktivitas sehari – hari
6.
Takikardia
dan perubahan tekanan darah yang dapat menunjukan adanya hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
7.
PaCO2
biasanya meningkat (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara umum menurun
,sehingga terjadi hipoksia .
8.
Memperbaiki
atau mencegah memburuknya hipoksia
9.
Terjadinya
kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
|
BAB III
PENUTUP
Atelektasis adalah
pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab
obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran
pernafasan. Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya
kompresi jaringan paru atau pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan
akhirnya mengalami kolaps. Diagnosa
atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik.
Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda
pengempisan lobus
DAFTAR PUSTAKA
-
Brunner dan
Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol.
1. EGC : Jakarta.
-
Doenges
Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC :
Jakarta.
-
Ramli Ahmad,
dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
-
Hamsafir, Evan.
2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Atelektasis. Available from http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-atelektasis.html
Izin save ya ^^
BalasPadam